Iqra’ Sumber Ilmu
Iqra’, biasa diterjemahkan dengan “bacalah”,
merupakan kata pertama dari wahyu yang disampaikan Tuhan kepada Nabi
Muhammad saw. Tentu saja hal ini mengherankan bagi Nabi, karena beliau
adalah seorang buta huruf. Apa yang harus dibaca?, “Ma aqra?”,
demikian pertanyaan balik Nabi setelah berulang-ulang Jibril
menyampaikan perintah tersebut. Kita juga tidak menemukan penjelasan
tentang apa obyek yang harus dibaca dari kata iqra’ ini, oleh sebab itu terdapat berbagai macam pendapat para ahli tafsir.
Kata iqra’ berasal dari kata qara’a, dalam kamus-kamus, kata ini memiliki arti yang bermacam-macam, diantaranya adalah membaca, menganalisa, mendalami, merenungkan,menyampaikan,meneliti dan lain sebagainya. Dengan demikian perintah iqra’ atau “bacalah”
ini tidak mengharuskan adanya suatu tulisan yang bisa dibaca, juga
tidak mengharuskan adanya suatu ucapan yang bisa diperdengarkan.
Pengertian ini sesuai dengan arti kata qara’a itu sendiri yang pada awalnya memang mempunyai arti “menghimpun”.
Al Qur’an sering menggunakan kata qara’a
dalam berbagai ayatnya. Terkadang hal itu menyangkut “bacaan” yang
bersumber dari Tuhan atau kitab-kitab suci (misalnya :QS 17:45), namun
kadang-kadang juga menyangkut “bacaan” yang bersumber dari manusia atau
bukan dari Tuhan (misalnya :QS 17:14). Dengan melihat bukti-bukti ini
ditambah lagi dengan tidak adanya penjelasan tentang apa saja obyek yang
menyertainya, maka bisa dipahami apabila kata iqra’ dianggap memiliki arti yang luas dan bersifat umum.
Dapat ditarik kesimpulan, bahwa iqra’ yang berarti membaca, menganalisa, mendalami, merenungkan,menyampaikan,meneliti
dan lain-lain , mencakup obyek apa saja yang dapat dijangkau oleh kata
tersebut. Baik itu “membaca” ayat ayat yang bersumber dari Tuhan (kitab
suci) juga “membaca” hasil karya manusia seperti buku-buku dan koran.
Termasuk disini adalah meneliti, menganalisa dan merenungkan alam
semesta, dinamika masyarakat dan diri pribadi. Contoh seperti menikmati
puisi atau membaca majalah, memecahkan masalah kantor atau RT, mengajar
atau mengerjakan PR adalah implementasi dari pelaksanaan perintah iqra’ yang paling sederhana.
Dengan begitu luasnya cakupan kata iqra’, apakah dengan demikian setiap nafas kita bisa dianggap sebagai melaksanakan perintah iqra’?, tentu saja tidak!. Karena kata iqra’ dikaitkan dengan kalimat “bi ismi Rabbika” (dengan nama Tuhanmu). Ini berarti bahwa makna iqra’
bukan hanya sekedar asal membaca, ,tapi sekaligus juga menuntut
pelakunya agar pandai-pandai memilih obyek yang dibaca, diteliti,
dianalisa dan di renungkan tersebut dapat mengantarkannya kepada “nama
Allah” itu. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kita juga diwajibkan
memilih obyek dari perintah iqra’ secara tepat serta harus tentang kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat, bukan tentang keburukan.
Iqra’ adalah tuntunan pertama yang
diberikan Allah swt kepada manusia, satu-satunya mahluk yang
dianugerahiNya potensi keilmuan, potensi yang tidak dimiliki oleh
malaikat sekalipun. Semakin tinggi “pembacaan”, semakin terbuka
rahasia-rahasia alam dan semakin berkembang pula ilmu pengetahuan. Tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa iqra’ merupakan syarat utama guna membangun peradaban. Iqra’
bukan hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad saw, tetapi juga untuk
seluruh umat manusia sepanjang masa. Karena realisasi perintah iqra’ merupakan pintu gerbang menuju kepada kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
Komentar
Posting Komentar